Ramainya pemberitaan tentang kasus mal praktek menyurutkan minat masyarakat mengunjungi dokter. Boleh di bilang sikap sebagai bentuk kehati-hatian. Bisa di benarkan namun akan menjadi kurang bijak bila sikap “hati-hati” ini berkembang menjadi antipati. Bagaimanapun dokter adalah tempat yang tepat untuk mengkonsultasikan penyakit berikut solusi penyembuhannya.
Bagaimana dengan kehawatiran malpraktek?. Kasus ini bisa di hindarkan bila pasien dan dokter bisa menjalin kemitraan yang baik, agar kemitraan berjalan mulus, pasien dan dokter harus sama-sama menyadari mereka mempunyai kedudukan setara. Ada hak dan kewajiban harus di laksanakan. Selama ini , kebanyakan pasien di Indonesia berlaku pasif. Datang ke ruang praktek dokter, duduk, lalu periksa. Pertemuan dengan dokter berakhir dengan secarik resep tanpa komunikasi verbal yang berarti, pola inilah yang harus di dobrak.
HAK PASIEN
Sebetulnya dalam UU RI NO.8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen telah di atur bahwa pasien berhak:
- Mendapatkan informasi yang lengkap mengenai penyakitnya, alternative pengobatan yang bisa di tempuh, serta efek samping yang akan di hadapinya.
- Mendapatkan kenyamanan dan kepastian keamanan saat berobat
- Mencari second opinion dalam memilih alternative pengobatan dan tidak pasrah dengan saran dokter.
- Untuk mendapatkan hak itu pasien perlu bersikap proaktif, jangan ragu untuk bertanya dan meminta dokter untuk menjelaskan penyakit yang tengah di derita.
KELEMAHAN DOKTER
Salah satu criteria dokter ideal dan cocok di jadikan mitra adalah dokter yang tidak terburu- buru dalam mengobati, mau mendengar keluhan pasien, dan bersedia menjawab pertanyaan pasien dengan informasi yang lengkap. Dokter seperti ini akan memberikan saran yang terbaik tanpa harus membebani “kantong” pasien. Ia akan jujur dan tidak akan menuliskan resep bila pasien tidak betul-betul memerlukannya.
Kenyataan di Indonesia, banyak dokter yang enggan “mendengarkan” pasien. Sikap ini setidaknya di sebabkan dua hal. Beban kerja dokter sangat tinggi, terlalu banyak pasien yang harus di tangani dalam tempo beberapa jam. Kedua sistem pendidikan kedokteran di Indonesia lebih menekankan pendekatan biomedis dan miskin pendekatan biopsikososial. Sehingga para dokter tidak menyadari cara berkomunikasi dengan pasien sama pentingnya dengan tindakan itu sendiri.
Anda dan seluruh pasien di Indonesia dapat membantu mengikis “kelemahan” para dokter ini dengan rajin bertanya saat mengunjungi ruang praktek dokter. Tentunya, bertanyalah dengan sikap hormat, ramah dan santun. Dengan begitu dokter akan terdorong merespons anda dengan baik pula.
Sumber: human health edisi 2005.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar